Jumat, 19 Maret 2010

Askep HIV dan AIDS

Askep HIV AIDS
Abstrak

Infeksi HIV pada monosit dan makrofag berlangsung secara persisten dan tidak menyebabkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh, untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terin­feksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung ­terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Proses keperawatan merupakan faktor penting dalam survival pasien, pemeliharaan, perawatan kesehatan, rehabilitatif, dan preventif komplikasi. Asuhan keperawatan bagi pengidap AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien.



Kata kunci : infeksi oportunistik, metodelogi keperawatan, kebutuhan pasien.





Pendahuluan

Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS) pertama-tama menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981.1 AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut.2 AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan/atau neoplasma yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Menurut Smeltzer3 AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV.

Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) , menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.4
Patofisiologi

HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal scbagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus terse­but membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap dan dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-posisitf (CD4+) adalah gp120 dari HIV. 3

Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (yang dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV); limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel di atas.3-5 Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.3

Menurut Smeltzer3 siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sam­pai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin l) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV; cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Seba­gai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.

Infeksi HIV pada monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel itu menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem itu untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan itu dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya.3

Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terin­feksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung ­terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun terstimulasi. replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi ber­ikutnya pada sel-sel CD4+ yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada yang diperkirakan sebe­lumnya sebagaimana dibuktikan oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ per hari. Keseluruhan populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami "pergantian (turn over)" setiap 15 hari sekali.3,6

Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan de­ngan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi terse­but. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi yang lain; reproduksi HIV berjalan dengan lam­bat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh seba­gian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama berpu­luh tahun; kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.3,7

Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan bebe­rapa peranan yang penting, yaitu: mengenali antigen yang asing, mengaktifkan Limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduk­si limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik.3



Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan dan sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu; teknik, dan keterampilan interpersonal yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang squensial dan berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.8-10

Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan.6 Asuhan keperawatan bagi pengidap AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien.
Pengkajian

Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor resiko yang potensial, termasuk praktik seksual, dan penggunaan obat-bius (IV). Status fisik dan psikologis klien harus dinilai. Fokus pengkajian meliputi status nutrisi, kulit dan membran mukosa, status respiratoirus, status neurologis, status cairan dan elektrolit, dan tingkat pengetahuan.3

Pendapat lain mengatakan bahwa dasar data pengkajian meliputi; aktivitas/istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan/cairan, higiene, neurosensori, nyeri / kenyamanan, pernapasan, keamanan, seksualitas, dan interaksi sosial.6



Aktivitas /Istirahat

Gejala : mudah lelah, toleransi terhadap aktivitas berkurang, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur

Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan tensi, frekuensi jantung, dan pernapasan



Sirkulasi

Gejala : penyembuhan luka lambat (bila anemia), perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)

Tanda : Takikardia, perubahan tensi postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.



Integritas Ego

Gejala : faktor stres berhubungan dengan kehilangan, mis. dukungan keluarga/orang lain, penghasilan, gaya hidup, distres spiritual, mengkhawatirkan penampilan ; alopesia, lesi cacat, menurunnya berat bedan (BB). Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi.

Tanda : Mengingkari, cemas, depesi, takut, menarik diri, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala yang sama.



Eliminasi

Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, disertai / tanpa kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.

Tanda : feses encer disertai / tanpa mukus atau darah, diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, dan perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urin.



Makanan / Cairan

Gejala : Tidak napsu makan, mual/muntah, perubahan kemampuan mengenali makanan, disfagia, nyeri retrosternal saat menelan dan penurunan BB yang progresif

Tanda : bising usus dapat hiperaktif, kurus, menurunnya lemak subkutan/masa otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna pada mulut. Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal, dan edema (umum, dependen)



Higiene

Gejala : tidak dapat menyelesaikan aktivitas sehari-hari

Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, kekurangan dalam perawatan diri, dan aktivitas perawatan diri.



Neurosensori

Gejala : pusing, sakit kepala, perubahan status mental, berkurangnya kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun. Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran, kelemahan otot, tremor, perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan pada ekstrimitas (paling awal pada kaki).

Tanda : perubahan status mental kacau mental sampai dimensia, lupa konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, respon melambat, ide paranoid, ansietas, harapan yang tidak realistis, timbul reflak tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia, tremor, hemoragi retina dan eksudat, hemiparesis, dan kejang.



Nyeri / Kenyamanan

Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala (keterlibatan SSP), nyeri dada pleuritis

Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang gerak (ROM), perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi bagian yang sakit.



Pernapasan

Gejala : napas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah), batuk produktif/nonproduktif, bendungan atau sesak pada dada

Tanda : takipnea, distres pernapasan, perubahan bunyi napas/bunyi napas adventisius, sputum kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)



Keamanan

Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat sembuh, riwayat transfusi berulang, riwayat penyakit defisiensi imun (kanker tahap lanjut), riwayat infeksi berulang, demam berulang ; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten, berkeringat malam

Tanda : perubahan integritas kulit ; terpotong, ruam, mis. ruam, eksim, psoriasis, perubahan warna, mudah terjadi memar, luka-luka perianal atau abses, timbul nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area atau lebih ( mis. leher, ketiak, paha). Kekuatan umum menurun, perubahan pada gaya berjalan.



Seksualitas

Gejala : riwayat perilaku berisiko tinggi yaitu hubungan seksual dengan pasangan positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual, dan penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil KB yang meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan kekeringan vagina.

Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil, pada genetalia manifestasi kulit (mis. herpes, kutil), dan rabas.



Interaksi Sosial

Gejala : kehilangan kerabat/orang terdekat, rasa takut untuk mengungkapkan pada orang lain, takut akan penolakan / kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.

Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.



Diagnosa Keperawatan

Ada 14 diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pengidap AIDS.6 Diagnosis keperawatan tersebut adalah 1) Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis/awitan infeksi oportunistik, 2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan, 3) Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif, kerusakan pertukaran gas, 4) Resiko tinggi terhadap cedera (perubahan faktor pembekuan), 5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, 6) Nyeri akut/kronis, 7) Resiko tinggi/aktual terhadap kerusakan integritas kulit, 8) Perubahan membran mukosa oral, 9) Kelelahan, 10) Perubahan proses pikir, 11) Ansietas, 12) Isolasi sosial, 13) Ketidakberdayaan, dan 14) Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Sedangkan menurut Smeltzer3 diagnosa keperawatan yang utama bagi pengidap AIDS, adalah sebagai berikut : 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan manifestasi HIV, ekskoriasi dan diare pada kulit, 2) Diare yang berhubungan dengan kuman patogen usus dan / atau infeksi HIV, 3) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan immunodefisiensi, 4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan hipoksia yang menyertai infeksi paru, 5) Perubahan proses pikir berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai ensefalopati HIV, 6) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pneumonia pneumocystis carinii, peningkatan sekresi bronkus, dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih, 7) Nyeri berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare, sarkoma kaposi dan neuropati perifer, 8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan asupan oral, 9) Isolasi sosial berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang lain, 10) Berduka diantisipasi berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta pernannya, dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan, 11) Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan HIV dan perawatan mandiri.

Menurut Carpenito11, diagnosa keperawatan utama pada pengidap AIDS, adalah : 1) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan sifat alami kondisi AIDS, gangguan peran, dan masa depan yang tidak-pasti, 2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan penularan melalui darah eksresi tubuh, 3) Isolasi sosial berhubungan dengan ketakutan akan penolakan aktual dan sekunder, takut, 4) Resiko tinggi inefektivitas regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, transmisi, kontrol infeksi, dan pelayanan masyarakat, 5) Resiko tinggi kurang nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan infeksi HIV , infeksi oportunistik / keganasan akibat AIDS, 6) Resiko tinggi inefektivitas koping individu berhubungan dengan situasional krisis ( mis. infeksi HIV baru, hasil diagnosa AIDS, pertama kali opname), 7) Resiko tinggi ketegangan petugas pelayanan berhubungan dengan stigma tentang AIDS, dan ketidakpastian tentang penyakit dan kebutuhan akan petugas pelayanan.



Intervensi Keperawatan

Meningkatkan Integritas Kulit. Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin dari adanya infeksi dan kerusakan kulit. Pasien dianjurkan mempertahankan keseimbangan antara istirahat dan mobilitas. Bantu mengubah posisi pasien setiap 2 jam bagi yang imobilisasi. Pasien diminta untuk tidak menggaruk dan menggunakan sabun nonabrasif, memakai pelembab tanpa parfum untuk mencegah kekeringan kulit.

Gunakan losion, salep, dan kasa steril pada kulit yang sakit sesuai ketentuan dokter. Obat antipruritus, antibiotik dan analgesik diberikan menurut ketentuan dokter. Penggunaan plester harus dihindari. Menjaga agar kain sprei tidak berkerut dan hindari memakai pakaian ketat.

Daerah perianal pasien harus sering diperika, bersihkan setiap kali selesai defekasi dengan sabun nonabrasif. Rendam duduk atau irigasi secara perlahan-lahan untuk pembersihan dan meningkatkan kenyamanan. Pasien dengan keadaan umum yang buruk memerlukan bantuan untuk memelihara kebersihan diri.

Meningkatkan kebiasaan Defekasi yang Lazim. Nilai pola defekasi, frekuensi defekasi, dan konsistensi feses serta pasien yang melaporkan rasa sakit pada perut terkait dengan defekasi. Kuantitas dan volume feses cair diukur untuk mencatat kehilangan volume cairan. Kultur feses untuk menentukan penyebab diare. Konseling untuk pengobatan dan asupan makanan yang adekuat.

Mencegah Infeksi. Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk memantau tanda dan gejala infeksi, yaitu demam, mengigil, keringat malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas pendek, kesulitan bernapas, sakit / sulit menelan, bercak putih di rongga mulut, penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya, kelenjar limfe membengkak, mual, muntah, diare persisten, sering berkemih, sulit dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan penurunan daya ingat, kemerahan, keluar sekret pada luka, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal. Perawat harus memantau hasil laboratorium, seperti hitung leukosit dan hitung jenis.

Penyuluhan mencakup higiene perorangan, rumah (seperti kamar, dapur) harus bersih untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Jika harus membersihkan kotoran, pasien harus memakai sarung tangan. Pengidap AIDS dan pasangannya harus menghindari kontak dengan cairan tubuh selama melakukan hubungan seksual dan selalu menggunakan kondom pada segala bentuk hubungan seks. Pentingnya menghindari rokok dan mempertahankan keseimbangan antara diet, istirahat, dan latihan. Semua petugas kesehatan harus selalu mempertahankan tindakan penjagaan universal dalam semua perawatan pasien.

Memperbaiki Toleransi terhadap Aktivitas. Toleransi terhadap aktivitas dinilai dengan memantau kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi) dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Bantuan dalam menyusun rencana rutinitas harian untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat mungkin diperlukan. Barng-barang pribadi yang sering digunakan harus ditaruh pada tempat yang mudah dijangkau. Terapi relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan yang turut menimbulkan kelemahan dan keadaan mudah letih. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain mungkin diperlukan, seperti kelemahan akibat adanya anemia, yang memerlukan terapi obat-obatan.

Memperbaiki Proses Pikir. Status mental harus dinilai sedini mungkin untuk memberikan data dasar bagi keperluan pemantauan perubahan perilaku. Pasien dan keluarga harus dibantu untuk memahami dan mengatasi semua perubahan yang terjadi dalam proses pikir. Pasien mungkin memerlukan reorientasi, semua instruksi harus dengan bahasa yang jelas dan sederhana.

Memperbaiki Bersihan Jalan Napas. Frekuensi, irama, penggunaan otot aksesoris dan suara pernapasan ; status mental; dan warna kulit diperiksa minimal sekali sehari. Adanya sputum harus dicatat, batuk, bernapas dalam, drainase postural, perkusi dan vibrasi dilakukan sedikitnya setiap dua jam untuk mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan saluran napas. Berikan posisi fowler tinggi atau semi fowler yang akan meudahkan pernapasan dan bersihan saluran napas. Evaluasi status volume cairan untuk mempertahankan terapi hidrasi yang adekuat. Suctioning nasofaring atau trakea, intubasi dan ventalasi mekanis.

Meredakan Nyeri dan ketidaknyamanan. Nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai kurang dari 6 bulan. Sedangkan nyeri kronik adalah keadaan dimana individu mengalami nyeri menetap atau berulang , dalam waktu lebih dari 6 bulan.12 Nilai kualitas dan kuantitas nyeri yang berkaitan dengan terganggunya integritas kulit perineal, lesi sarkoma, dan neuropati perifer. Tindakan membersihkan daerah perianal, gunakan anestesi lokal / salep dapat diresepkan, bantal yang lunak dapat digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman. Kepada klien diminta menghindari makanan yang mengiritasi usus, gunakan antispasmodik dan antidiare untuk mengurangi gangguan rasa nyaman serta frekuensi defekasi. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan.

Memperbaiki Status Nutrisi. Status nutrisi dinilai melalui memantau BB, asupan makanan, antropometri, kadar albumin, BUN, protein serta transferin dalam serum. Pengendalian mual dan muntah dengan obat antiemetik dapat meningkatkan asupan diet pasien. Menganjurkan pasien memakan makanan yang mudah ditelan dan menghindari makanan kasar, pedas atau lengket, serta terlalu panas atau dingin. Menganjurkan menjaga higiene oral sebelum dan sesudah makan.

Jadual makan harus diatur sehingga tidak jatuh pada saat pasien baru saja menjalani tindakan yang menyebabkan nyeri dan dalam keadaan kelelahan. Konsultasi dengan ahli diet untuk menentukan kebutuhan nutrisi. Penggunaan suplemen yang khusus dirancang untuk pengidap AIDS dapat dianjurkan pada pasien. Bila asupan oral tidak dapat dipertahankan, memerlukan terapi nutrisi enteral atau parenteral. Perawat komunitas atau perawatan di rumah (home care) dapat memberikan pelajaran tambahan serta dukungan setelah pasien pulang dari rumah sakit.

Mengurangi Isolasi Sosial. Isolasi sosial adalah pengalaman sendiri individu akibat perlakuan orang lain dan dianggap sebagai hal yang negatif dan mengancam status. Isolasi sosial dapat terjadi akibat adanya penyakit yang menyeramkan, dan mengakibatkan kegelisahan di suatu masyarakat, sehingga menyebabkan seseorang diasingkan, misalnya penyakit tuberkulosis dan AIDS.13

Pengidap AIDS menarik diri baik secara fisik maupun emosional dari kontak sosial, akibat stigmatisasi ganda. Perawat berada dalam posisi kunci untuk menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap pengidap AIDS dan keluarga serta pasangannya. Pasien dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan terisolasi, kesepiannya, dan perawat harus menetramkannya dengan menjelaskan bahwa semua perasaan ini merupakan hal yang lazim serta normal.

Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak menghindari kontak sosial. Menjelaskan kepada pasien, keluarga dan sahabatnya bahwa penyakit AIDS tidak ditularkan melalui kontak biasa. Pendidikan bagi petugas kesehatan untuk mengurangi faktor-faktor yang membuat pasien merasa terisolasi.

Koping Terhadap Kesedihan. Membantu pasien untuk mengutarakan perasaannya dan menggali serta mengenali sumber yang bisa memberikan dukungan dan mekanisme untuk mengatasi persoalan tersebut. Mendorong pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga , sahabatnya dan memanfaatkan kelompok pendukung. Pasien juga dianjurkan untuk meneruskan kegiatan yang biasa mereka lakukan.

Pendidikan Pasien dan pertimbangan Perawatan di Rumah. Pasien, keluarga, dan sahabatnya diberitahu mengenai cara-cara penularan penyakit AIDS. Semua ketakutan dan kesalahpahaman harus dibicarakan dengan seksama.



Evaluasi

Hasil yang diharapkan daripada intervensi yang sudah dilaksaanakan, adalah : 1) Mempertahankan integritas kulit, 2) Mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang normal, 3) Tidak mengalami infeksi, 4) Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap aktivitas, 5) Mempertahankan tingkat proses pikir yang lazim, 6) Mempertahankan kebersihan saluran napas yang efektif, 7) Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri, 8) Mempertahankan status nutrisi yang memadai, 9) Mengalami pengurangan perasaan terisolasi dari pergaulan sosial, 10) Melewati proses kesedihan / dukacita, 11) Melaporkan tingkat pemahaman tentang penyakit AIDS serta berpartisipasi dengan maksimal dalam kegiatan perawatan mandiri.3



Daftar Pustaka

1. Price. S.A., & Wilson. L.M. Patofisiologi : konsep klinis prose-proses penyakit. edisi 4. Alih bahasa : Anugerah. P, Jakarta: EGC. 1995

2. Djuanda. A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi-2. Jakarta : Gaya Baru. 1993.

3. Smeltzer. S.C.,& Bare. B.G. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical. 8 ed. Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers. 1996.

4. Despopoulos. A., & Silbernagl. S. Color atlas of physiology, alih bahasa : Handojo. Y. Jakarta : Hipokrates. 1985.

5. Sherwood. L. Fisiologi Manusia. edisi 2. Alih bahasa : Pendit. B.U. Jakarta : EGC. 2001.

6. Ho, D.D., et al. Rapid removal of plasma virons and CD4 lymphocytes in HIV infection. Nature 1995 Jan 12; 37

Askep BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

Konsep Dasar

1. Pengertian
 Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

1. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

Patofisiologi

Peningkatan Sel Sterm Peningkatan 5 Alfa reduktase Proses Menua Interaksi Sel Epitel dan Stroma Berkurangnya sel yang mati
dan reseptor endogen

Ketidakseimbangan hormon
( Estrogen dan testoteron )





Penyempitan Lumen Ureter Protatika


Menghambat Aliran Urina

Retensi Urina Peningkata tekanan intra vesikal


Hidro Ureter Hiperirritable pada bladder

Hidronefritis Peningkatan Kontraksi Otot detrusor dari buli-buli

Penurunanan Hipertropi Otot detrusor,trabekulasi
Fungsi ginjal
Terbentuknya Sekula-sekula dan difertikel buli-buli

Frekuensi Intermiten Disuria Urgensi Hesistensi Terminal dribling
4. Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

2. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
2) Pemeriksaan Fisik
 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
 Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a). Derajat I = beratnya  20 gram.
b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III = beratnya 40 gram.
3) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
 Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
 PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a). Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

3. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b). Klien dengan residual urin  100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
90 - 95a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat % )
b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

B. Perencanaan
1. Sebelum Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan dan rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Kamis, 18 Maret 2010

Askep anemia

ANEMIA
A. Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.


Penyebab umum dari anemia:

• Perdarahan hebat
• Akut (mendadak)
• Kecelakaan
• Pembedahan
• Persalinan
• Pecah pembuluh darah
• Penyakit Kronik (menahun)
• Perdarahan hidung
• Wasir (hemoroid)
• Ulkus peptikum
• Kanker atau polip di saluran pencernaan
• Tumor ginjal atau kandung kemih
• Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
• Berkurangnya pembentukan sel darah merah
• Kekurangan zat besi
• Kekurangan vitamin B12
• Kekurangan asam folat
• Kekurangan vitamin C
• Penyakit kronik
• Meningkatnya penghancuran sel darah merah
• Pembesaran limpa
• Kerusakan mekanik pada sel darah merah
• Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
• Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
• Sferositosis herediter
• Elliptositosis herediter
• Kekurangan G6PD
• Penyakit sel sabit
• Penyakit hemoglobin C
• Penyakit hemoglobin S-C
• Penyakit hemoglobin E
• Thalasemia (Burton, 1990).
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).

E. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB)
Feritin serum : meningkat (DB)
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun (DB)
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).
G. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi/Implementasi keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah :
1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : - menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
- tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.


INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
 Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : - melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
 Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.



INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
 Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : - menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
 Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
 Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
• Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
• Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
• Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
• Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
• Effendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
• Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakarta
• http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
• http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htm
• Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
• Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Askep DHF

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)


A. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).


B. Etiologi
1. Virus dengue sejenis arbovirus.
2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

C. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.


D. Tanda dan gejala
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

E. Pemeriksaan penunjang
• Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5. Protein darah rendah
6. Ureum PH bisa meningkat
7. NA dan CL rendah

• Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)

F. Penatalaksanaan
• Tirah baring
• Pemberian makanan lunak
• Pemberian cairan melalui infus
• Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik
• Anti konvulsi jika terjadi kejang
• Monitor tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR).
• Monitor adanya tanda-tanda renjatan
• Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
• Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

G. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
1. Motorik kasar
o Loncat tali
o Memukul
o Badminton
o Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
2. Motorik halus
o Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
o Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
3. Kognitif
o Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
o Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
o Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
o Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang.
4. Bahasa
o Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
o Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
o Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
o Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan.

http://www.komisiGRATIS.com
http://KlubPulsa.com
http://www.mlmku.com
http://www.galesus.com
http://5fcc.com/?ref=11130
http://www.reviews16.com
http://cbclickbank.com

Download Askep Anak DHF di sini


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
o Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
o Kaji riwayat keperawatan.
o Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan yang Muncul
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

3. Intervensi
Diagnosa 1. :
Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
o Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
o Kaji KU dan kondisi pasien
o Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
o Observasi tanda-tanda dehidrasi
o Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
o Balance cairan (input dan out put cairan)
o Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
o Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh
keringat.

Diagnosa 2. :
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan : Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil :
o Suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
o Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
o Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
o Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
o Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
o Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari
o kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

Diagnosa 3. :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
o Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi :
o Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
o Timbang berat badan klien tiap hari
o Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi
sering
o Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
o Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
o Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
o Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

Askep pada pasien Stroke

A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).
B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
1. stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
1. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental
• Tidak sadar : 30% - 40%
• Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
• Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
• Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
• hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
• inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
1. Daerah arteri serebri posterior
• Nyeri spontan pada kepala
• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
• Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
• Hemiplegia alternans atau tetraplegia
• Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
• Hemiparese sebelah kiri tubuh
• Penilaian buruk
• Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
1. stroke hemisfer kiri
• mengalami hemiparese kanan
• perilaku lambat dan sangat berhati-hati

• kelainan bidang pandang sebelah kanan
• disfagia global
• afasia
• mudah frustasi
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu
G. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
• Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
• Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk) Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat
d. Tidak ada sputum 1. Auskultasi bunyi nafas
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan lain)
4. Lakukan penghisapan lender dan pasang OPA jika kesadaran menurun
5. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam
6. Kolaborasi:
• Pemberian ogsigen
• Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll
• Pemberian obat sesuai kebutuhan
2. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral Perfusi serebral membaik
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran membaik (GCS meningkat)
b. fungsi kognitif, memori dan motorik membaik
c. TIK normal
d. Tanda-tanda vital stabil
e. Tidak ada tanda perburukan neurologis
f. 1. Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS, memori, bahasa respon pupil dll
2. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam sesuai kondisi pasien)
3. Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam
4. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi kepala tempat tidur 15-30 derajat
5. Hindari valsava maneuver seperti batuk, mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan yang nyaman
7. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi:
• Beri ogsigen sesuai indikasi
• Laboratorium: AGD, gula darah dll
• Penberian terapi sesuai advis
• CT scan kepala untuk diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
a. tidak ada kontraktur atau foot drop
b. kontraksi otot membaik
c. mobilisasi bertahap 1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien
2. Pantau kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jan
4. Pasang trochanter roll pada daerah yang lemah
5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV stabil
6. Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien
7. Kolaborasi: fisioterapi
4. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara Komunikasi dapat berjalan dengan baik
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengekspresikan perasaan
b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat dipahami 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika berat hindari memberi isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang
3. dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
4. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
5. Latih otot bicara secara optimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
5. (Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Berat badan dalam batas normal
c. Conjungtiva ananemis
d. Tonus otot baik
e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas normal 1. Kaji factor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima makan/minum
2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Catat intake makanan
5. Timbang berat badan secara berkala
6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT, konsul ahli gizi
6. Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori, integrasi, perubahan psikologi Persepsi dan kesadaran akan lingkungan dapat dipertahankan 1. Cari tahu proses patogenesis yang mendasari
2. Evaluasi adanya gangguan persepsi: penglihatan, taktil
3. Ciptakn suasana lingkungan yang nyaman
4. Evaluasi kemampuan membedakan panas-dingin, posisi dan proprioseptik
5. Catat adanya proses hilang perhatian terhadap salah satu sisi tubuh dan libatkan keluarga untuk membantu mengingatkan
6. Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh yang terlupakan
7. Bicara dengan tenang dan perlahan
8. Lakukan validasi terhadap persepsi klien dan lakukan orientasi kembali
7. Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi Kemampuan merawat diri meningkat
Kriteria hasil :
a. mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
b. Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan
c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan 1. Pantau tingkat kemampuan klien dalam merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang benar-benar diperlukan saja
3. Buat lingkungan yang memungkinkan klien untuk melakukan ADL mandiri
4. Libatkan keluarga dalam membantu klien
5. Motivasi klien untuk melakukan ADL sesuai kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri bila mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu, konsultasi dengan ahli okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran Klien terhindar dari cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak terjatuh
b. Tidak ada trauma dan komplikasi lain 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan klien
2. Beri pengaman pada daerah yang sehat, beri bantalan lunak
3. Hindari restrain kecuali terpaksa
4. Pertahankan bedrest selama fase akut
5. Beri pengaman di samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam perawatan
7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai indikasi (diazepam, dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d. kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan perawatan meningkat.
Kriteria hasil :
a. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
b. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan, dan perubahan pola hidup yang diperlukan 1. Evaluasi derajat gangguan persepsi sensuri
2. Diskusikan proses patogenesis dan pengobatan dengan klien dan keluarga
3. Identifikasi cara dan kemampuan untuk meneruskan progranm perawatan di rumah
4. Identifikasi factor risiko secara individual dal lakukan perubahan pola hidup
5. Buat daftar perencanaan pulang